BERMADZHAB
Oleh,
H. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, S.Pd.I
A. Pengertian Bermadzhab
Bermadzhab adalah mengikuti hasil istinbath (penggalian) hukum dari ulama mujtahid. Dan secara khusus yang dimaksud bermadzhab di sini adalah mengikuti hasil istinbath hukum dari salah satu Empat Madzhab, yaitu Madzhab Chanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i, dan Madzhab Chambali. Hal inilah yang diungkapkan oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam Qonun Asasi Nahdlatul Ulama dan dibacakan oleh beliau pada Muktamar NU ke III di Surabaya tahun 1928 M, dan Muktamar NU ke IV di Semarang tahun 1929 M, yang secara detail akan diuraikan di bawah.
B. Mengapa Bermadzhab
Tidak ada alasan pada zaman sekarang untuk menolak bertaqlid (mengikuti) kepada para Imam Empat Madzhab, karena tidak dimungkinkannya setiap manusia mengambil hukum-hukum agama secara langlsung dari sumbernya, yani Al Quran dan Hadits. Demikian ini disebabkan tidak dapat terpenuhinya segala persyaratan ijtihad, seperti menguasai ilmu Al Quran, Hadits, Nahwu Lughat, Tashrif, dan perbedaan-perbedaan pendapat para ulama serta metode dalam mengambil hukum dari sumbernya (Ushul Fiqh).
Ada sebagian golongan yang menyatakan bahwa bermadzhab hukumnya haram dan dilarang. Mereka menyatakan harus menggali hukum sendiri dari Al Quran dan Sunnah. Semua itu beralasan dengan berpijak pada larangan yang disampaikan oleh Imam-imam madzhab empat yaitu Abu Chanifah, as-Syafi’i, Malik dan Chambali. Bahkan kelompok ini mengatakan bahwa orang-orang yang bermadzhab sama dengan ta’addud as-syari’ah (penggandaan syari’at). Apakah betul tuduhan mereka?, jawaban pertanyaan itu akan diuraikan dalam bab khusus tentang ijtihad dan taqlid pada bab berikutnya.
C. Kenapa Terbatas Empat Madzhab
Sebenarnya para Imam Mujtahid tidak hanya terbatas pada Empat Madzhab. Di luar Empat Madhab juga banyak para Imam yang telah mencapai tingkatan Mujtahid, seperti Imam Sufyan al-Tasuri, Hasan al-Bashri, Ishaq bin Ruhawaih, Dawud al-Dhahiri dan lain-lain yang masih tergolong Ahlussunnah Wal Jamaah. Inilah yang diungkapkan oleh Imam Qahir bin thahir al-Tamimi dalam kitab Al-Farqu Baina al-Firaq.
Namun karena para pengikutnya tidak ada yang meneruskan dan mengembangkan pemikiran-pemikirannya, maka seiring dengan berlalunya waktu, satu persatu musnah ditelan zaman. Oleh karena itulah maka Syaikh Ibrahim al-Baijuri dalam kitab Tuchfatu al-Murid Syarhu Jawhari al-Tauhid dengan tegas melarang mengikuti Madzhab selain dari Empat Madzhab tersebut.
Berbeda dengan pengikut Empat Madzhab ini, yang selalu terus menyebarkan dan mengembangkan pemikiran pemikiran Imam pendiri madzhabnya, sehingga pendapat Imam pendiri madzhab tersebut dapat terkodivikasi (tethimpun) dengan baik, yang akhirnya validitas (kebenaran sumber dan salurannya) dari pendapat tersebut tidak diragukan Iagi, dan terhindar dari kemungkinan pemalsuan terhadap pendapat dan pemikiran Imam pendiri madzhab. Disamping itu, Empat Madzhab ini telah teruji keshahihannya, sebab memiliki metode istinbath (penggalian hukum) yang jelas dan telah tersistematis (tersusun) dengan baik, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara llmiyah.
Para pengikut Empat Madzhab juga menulis beberapa kitab yang menguraikan dan menjabarkan pemikiran Imam Madzhab dengan sanad (mata rantai) yang terus bersambung kepada pendiri Madzhab.
Syaih Abdurrahman al-Hadrami dalam kitab Bughyatu al-Mustarsyidin memberikan keterangan, Imam Qaffal secara tegas menyatakan bahwa hanya mengikuti Empat Madzhab dan tidak boleh mengikuti Madzhab yang lain adalah kesepakatan ulama, meskipun untuk dipakai sendiri, terlebih dalam hal memberikan fatwa dan menjatuhkan hukum.