Benarkah Doa Orang yang Hidup Tidak Sampai Pada Mayit
Oleh,
H. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar
Sebagian
diantara ummat Islam yang mengklaim dirinya paling Islam menyatakan
bahwa mengirim pahala atau doa kepada orang yang telah meninggal tidak
akan pernah bisa sampai. Ketika ditanya tentang dasar yang mereka pakai
sebagai landasan pernyataan mereka, maka mereka akan menjawab bahwa
pernyataan mereka itu berdasarakan:
Firman Allah:
“(Yaitu)
bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya”. (QS. An-Najm; 38-39)
Ayat yang senada juga terdapat pada surat Al-An’am;164, Al-Isro’;15, Fathir;18, dan Az-Zumar; 7.
Serta berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berasal dari sahabat Abu Hurairah:
إذَا
مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila
seorang manusia meninggal maka terputus amalnya kecuali yang tiga hal,
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang
mendoakannya.”
Benarkah
ayat dan hadits di atas bermakna sempit seperti yang diyakini oleh
mereka yang menyatakan bahwa kiriman pahala atau doa dari orang lain
tidak akan pernah sampai kepada orang yang telah meninggal?
Jika ayat tersebut dipahami sesempit itu maka bagaimana dengan sabda Nabi Muhammad yang berbunyi:
يَجِيءُ
الرَّجُلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْحَسَنَاتِ بِمَا يَظُنُّ أَنَّهُ
يَنْجُو بِهَا، فَلا يَزَالُ رَجُلٌ يَجِيءُ قَدْ ظَلَمَهُ بِمَظْلَمَةٍ،
فَيُؤْخَذُ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَيُعْطَى الْمَظْلُومُ حَتَّى لا يَبْقَى
لَهُ حَسَنَةٌ، ثُمَّ يَجِيءُ مَنْ يَطْلُبُهُ، وَلَمْ يَبْقَ مِنْ
حَسَنَاتِهِ شَيْءٌ، فَيُؤْخَذُ مِنْ سَيِّئَاتِ الْمَظْلُومِ، فَيُوضَعُ
عَلَى سَيِّئَاتِهِ (رواه الحاكم والطبراني)
“Pada
hari kiamat datang seorang lelaki dengan kebaikan-kebaikannya yang
dikira akan mampu menyelamatkannya. Namun ternyata lelaki itu adalah
orang yang suka berbuat dhalim. Kebaikan-kebaikan itu diambil dan
diberikan kepada orang yang didhalimi sampai dia tidak memiliki kabaikan
sedikitpun. Kemudian datang orang lain yang didhalimi lagi tetapi dia
sudah tidak memiliki kebaikan maka diambilllah kejelakan orang yang
didhalimi yang lalu diberikan kepadanya”. (HR. Hakim dan Thabrani)
Dan
masih banyak hadits lain yang menerangkan pemindahan kebaikan dan
kejelekan kepada orang lain, seperti orang yang menfitnah, menggunjing
dan lain sebagainya.
Sedangkan
yang berkaitan dengan hadits Muslim di atas, Imam Nawawi dalam
“Syarh”nya menyebutkan bahwa para ulama mengatakan: ”Makna hadits itu
adalah amal orang yang meninggal terputus dengan kematiannya dan
terputuslah jawaban baginya kecuali tiga hal karena dirinya yang menjadi
sebab itu semua. Sesungguhnya anak merupakan hasil dari usahanya
demikian pula ilmu yang ditinggalkannya dari pengajaran atau
karya-karyanya serta sedekah jariyah adalah wakaf.”
Imam
Nawawi juga menyebutkan bahwa hadits itu menjelaskan bahwa doa
pahalanya akan sampai kepada si mayit, demikian pula sedekah, keduanya
adalah perkara yang telah disepakati oleh para ulama. (Shahih Muslim bi
Syarhin Nawawi juz XI juz 122 - 123)
Jadi
ternyata ayat tersebut menceritakan tentang orang yang tidak pernah
melakukan apa-apa lantas ada kesalahan pemberian pahala dan pelimpahan
dosa orang lain. Karena hal itu tidak akan mungkin terjadi.
Atau
kalau ingin lebih fair lagi, justru hadits Muslim tersebut menerangkan
sampainya kiriman pahala orang lain kepada orang yang telah meninggal,
karena di dalamnya terdapat amal jariyah dan ilmu yang bermanfaat.
Adakah amal jariyah yang tidak dikirimkan oleh orang lain? Apakah orang
yang telah meninggal dapat mengamalkan ilmunya? Jawabannya adalah amal
jariyah dan ilmu manfaat yang dimaksud adalah yang dilakukan oleh orang
lain setelah dia (orang yang beramal dan mengajarkan ilmu) telah
meninggal dunia.
Ulama
terkemuka kalangan anti tahlil, yakni Ibnu Taimiyah, justru memberi
bantahan yang keras kepada para pengikutnya sendiri atas penggunaan
dalil ayat ini:
وَمَنِ احْتَجَّ عَلَى ذَلِكَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى فَحُجَّتُهُ دَاحِضَةٌ (اَيْ بَاطِلَةٌ) فَإِنَّهُ قَدْ ثَبَتَ بِالنَّصِّ وَاْلإِجْمَاعِ أَنَّهُ يَنْتَفِعُ بِالدُّعَاءِ لَهُ وَاْلاِسْتِغْفَارِ وَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ وَغَيْرِ ذَلِكَ (المسائل والأجوبة لابن تيمية 1\132)
“Orang
yang berhujjah tidak sampainya pahala dengan firman Allah: “Dan
bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya” (An-Najm;39), maka hujjahnya salah fatal. Sebab telah
dijelaskan dalam nash dan Ijma Ulama bahwa mayit menerima manfaat dengan
doa kepadanya, memintakan ampunan, sedekah, memerdekakan budak dan
sebagainya”. (al-Masail wa al-Ajwibah, Ibnu Taymiyyah, I/132)
Atau bagaimanakah cara mereka memahami hadits:
مَنْ
سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ
لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ
شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا
بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ
مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ (رواه المسلم وأحمد والطبراني والبيهقي وابن
ماجة وابن حبان)
“Barangsiapa
mengajarkan kebaikan dalam Islam lalu orang yang diajari melakukannya
maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melaksanakan
dengan tanpa berkurang sedikitpun. Dan barangsiapa mengajarkan kejelekan
dalam Islam lalu orang yang diajari melakukannya maka dia mendapatkan
dosa seperti dosa orang yang melaksanakan dengan tanpa berkurang
sedikitpun.” (HR. Muslim, Ahmad, Thabrani, Baihaqi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)
Untuk
lebih jelasnya bahwa kiriman pahala atau doa kepada orang yang telah
meninggal bisa sampai, banyak sekali landasan yang ada, baik dari Al
Quran maupun Hadits. Diantaranya adalah:
Firman Allah I:
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang
Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb
kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hasyr : 10)
Di dalam doa tasyahud juga disebutkan:
السَّلَامُ
عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ
عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِينَ (متفق عليه)
“Semoga
kesejahteraan bagimu wahai Nabi juga rahmat dan berkah Allah. Semoga
kesejahteraan juga kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shaleh”
Sesungguhnya apabila dia mengatakan hal itu maka akan mengenai setiap
hamba yang shaleh di langit dan bumi.” (HR. Bukhari Muslim)
Juga
disyariatkannya doa seorang muslim untuk kaum muslimin yang telah
meninggal apabila dia melintasi pemakaman, sebagaimana didalam hadits
Buraidah berkata, ”Rasulullah ﷺ mengajari mereka apabila keluar menuju pemakaman hendaklah mengatakan:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ
“Semoga
kesejahteraan bagi kalian wahai para penghuni kubur dari kalangan
mukminin dan muslimin. Dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul.
Aku meminta kepada Allah keselamatan buat kami dan kalian.” (HR. Muslim)
Hadits senada dengan redaksi yang berbeda juga banyak dijumpai pada kitab hadits yang lain.
Demikian pula doa untuk mayit ketika menshalatinya, didalam hadits Abu Hurairoh berkata,”Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila kalian menshalati seorang mayit maka ikhlaskanlah doamu untuknya.” (HR. Abu Dawud)
Sumber : http://islam-adalah.blogspot.com