Organisasi Santri Madrasah Diniyah Manbaul Falah
  • Home
  • About
  • Template
  • Design
  • Blogger
  • Tips Tricks
Home » artikel » Wafatnya Para Kyai Musibah Dalam Islam

Senin, 19 Maret 2012

Wafatnya Para Kyai Musibah Dalam Islam



Wafatnya Para Kyai Musibah Dalam Islam
Mohammad Ma’ruf
Ketua LBM NU Sby
Selama dua bulan terakhir ini telah banyak kyai-kyai yang alim, pengayom masyarakat, berjuang demi agama Allah yang telah berpulang ke rahmatullah. misalnya di Kediri KH Imam Yahya Mahrus (Lirboyo), Gus Munif Jazuli (Ploso), di Malang KH Ahmad Zarkasyi (Gus Mad), di Surabaya KH Saiful Islam Muqaddas (Masjid Kemayoran), dan yang terakhir adalah di Tuban KH Abdullah Faqih (Langitan).
wafatnya para kyai adalah sebuah duka yang mendalam, sebab kyai adalah ulama yang meneruskan perjuangan Rasulullah Saw. Semakin banyak ulama yang wafat artinya akan semakin sedikit para penerus perjuangan Rasulullah Saw.
Ulama dapat diinterpretasikan berdasarkan tradisi dan geografis (daerah). Di Jawa misalnya, ulama identik dengan nama Kyai, di Nusa Tenggara disebut Tuan Guru, di suku Melayu disebut Datuk, di Sumatra Barat disebut dengan Buya, dan lain sebagainya, sama halnya dengan predikat Ulama di Timur Tengah dengan sebutan Syaikh. Namun, meski Ulama memiliki ‘nama lokal’ bukan berarti semua pihak layak disebut ulama, sebab nama-nama yang diidentikkan dengan Ulama dalam Islam tetap memiliki standar kualifikasi sehingga seseorang layak disebut ulama dalam konteks lokalnya, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam bab berikutnya.

Ulama Pewaris Nabi
Telah disebutkan dalam hadis yang sudah masyhur bahwa para ulama adalah pewaris para Nabi, sebagaimana sabda Nabi:
إن العلماء ورثة الأنبياء لم يورثوا ديناراً ولا درهماً إنما ورثوا العلم،فمن أخذه أخذ بحظ وافر» رواه الترمذي
“Al Ulama waratsatu al-anbiya’. Lam yuwarritsu dinaran wa la dirhaman. Innama warratsu al-ilma. Fa man akhadzahu akhadza bi hadzdzin wafirin”. Artinya: “Ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambil ilmu, ia telah mendapatkan bagian yang sempurna” (HR al-Turmudzi dengan banyak riwayat, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lainnya dari Abu Darda’. Al-Hafidz al-Iraqi menilai sahih)
Karena ulama adalah pewaris Nabi, maka ulama inilah yang meneruskan perjuangan para Nabi dalam menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakatnya. Dalam sebuah hadis diriwayatkan:
قال صلى الله عليه وسلم : ” أقرب الناس من درجة النبوة أهل العلم و الجهاد أماأهل العلم فدلوا الناس على ماجاءت به الرسل ، و أماأهل الجهاد فجاهدوا بأسيافهم علم ماجاءت به الرسل ” .(أبو نعيم فى فضل العلم العفيف)
“Aqrabu an-nasi min darajati an-nubuwwah ahlu al-ilmi wa al-jihadi. Amma ahlu al-ilmi fa dallu ‘ala ma ja’at bihi ar-rusulu. Wa amma ahlu al-jihadi fa jahadu bi asyafihim ‘ala ma ja’at bihi ar-rusulu”. Artinya: “Manusia yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah orang yang berilmu dan berjihad. Orang yang berilmu memberi petunjuk kepada manusia sesuai dengan ajaran yang dibawa para Rasul. Sedangkan orang yang berjihad, mereka berjihad dengan pedangnya sesuai ajaran yang dibawa para Rasul” (HR Abu Nuaim dengan sanad yang dlaif)
Kriteria Ulama
Ulama Kharismatik dari Jember, KH Ahmad Siddiq, menguraikan kriteria ulama dalam bukunya Khittah Nahdliyah secara mendetail. Menurut beliau ada dua kriteria esensial bagi seorang ulama. Pertama adalah takwa, sebagaimana firman Allah yang artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (Fathir: 28)
Kedua, adalah pewaris Nabi, dengan mewarisi ajarannya (ilmu), tingkah lakunya (amal), dan akhlak serta perjuangan Nabi.
Beliau kemudian mengutip klasifikasi ulama oleh Syaikh Ahmad bin Ajibah, bahwa Ulama ada tiga macam. Pertama, ‘Alim, yaitu mewarisi ucapan-ucapan Rasulullah baik secara ajaran atau pengajaran, dengan syarat harus ikhlas. Kedua, ‘Abid, yaitu mewarisi perbuatan Nabi, seperti salatnya, puasanya, perjuangannya dan sebagainya. Ketiga, ‘Arif (sufi atau tasawwuf), mewarisi ilmu dan amal Rasulullah ditambah dengan akhlak yang sesuai dengan batin (mental), seperti zuhud (tidak materialistis), wara’ (menjauhi hal-hal syubhat dan haram), takut kepada Allah, sabar dan sifat-sifat sufi lainnya.
Lebih kongkrit KH Ahmad Siddiq mencontohkan ulama-ulama diatas sebagaimana pernyataan Imam al-Ghazzali: “Kesemua ulama ini (Imam Syafii, Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan Imam Abu Sufyan al-Tsauri) adalah ulama yang ahli ibadah, zuhud (tidak materialistis), mengetahui ilmu-ilmu akhirat, mengerti kemaslahatan umat di dunia, dan hanya mengharap ridha dari Allah” (Ihya Ulumiddin I/25)
Wafatnya Ulama Sebagai Musibah
al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah penyebab kehancuran dunia, yaitu firman Allah yang berbunyi: “Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah, lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? (Al-Ra’d: 41). Menurut beberapa ahli tafsir seperti Ibnu Abbas dan Mujahid, ayat ini berkaitan dengan kehancuran bumi (kharab ad-dunya). Sedangkan kehancuran bumi dalam ayat ini adalah dengan meninggalnya para ulama (Tafsir Ibnu Katsir 4/472)
Rasulullah Saw yang menegaskan ulama sebagai penerusnya, juga menegaskan wafatnya para ulama sebagai musibah. Rasulullah bersabda:
وعن أبي الدرداء قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : موت العالم مصيبة لا تجبر وثلمة لا تسد، وهو نجم طمس . وموت قبيلة أيسر لي من موت عالم . رواه الطبراني في الكبير . وأخرجه البيهقي في “الشعب”
“Maut al-Alim mushibatun la tujbaru wa tsulmatun la tusaddu, wa huwa najmun thamsun. Wa mautu qabilatin aisaru li min mauti alim”. Artinya: “Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama” (HR al-Thabrani dalam Mujam al-Kabir dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman dari Abu Darda’)

Wafatnya Ulama Adalah Hilangnya Ilmu
Umat manusia dapat hidup bersama para ulama adalah sebagian nikmat yang agung selama di dunia. Semasa ulama hidup, kita dapat mencari ilmu kepada mereka, memetik hikmah, mengambil keteladanan dan sebagainya. Sebaliknya, ketika ulama wafat, maka hilanglah semua nikmat itu. Hal inilah yang disabdakan oleh Rasulullah Saw:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:”خُذُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يَنْفَدَ”، ثَلاثًا، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ يَنْفَدُ، وَفِينَا كِتَابُ اللَّهِ؟ فَغَضِبَ لا يُغْضِبُهُ اللَّهُ، ثُمَّ قَالَ:”ثَكِلَتْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ، أَلَمْ تَكُنِ التَّوْرَاةُ وَالإِنْجِيلُ فِي بني إِسْرَائِيلَ، ثُمَّ لَمْ يُغْنِ عَنْهُمْ شَيْئًا، إِنَّ ذَهَابَ الْعِلْمِ ذَهَابُ حَمَلَتِهِ”ثَلاثًا. (رواه الطبراني)

“Khudzu al-ilma qabla an yadzhaba! Qalu: Ya Rasulallah, wa kaifa yadzhabu? Qala: Inna dzahaba al-ilmi dzahabu hamalatihi”. Artinya: “Pelajarilah ilmu sebelum ilmu pergi! Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin ilmu bisa pergi? Rasulullah menjawab: Perginya ilmu adalah dengan perginya (wafatnya) orang-orang yang membawa ilmu (ulama)” (HR al-Thabrani No 7831 dari Abu Umamah)
Wafatnya ulama juga memiliki dampak sangat besar, diantaranya munculnya pemimpin baru yang tidak mengerti tentang agama sehinga dapat menyesatkan umat, sebagaimana dalam hadis sahih:
عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا (رواه البخاري)
“Inna Allaha La yaqbidlu al-ilma intiza’an yantazi’uhu mina al-ibadi wa lakin yaqbidlu al-ilma bi qabdli al-ulama. Hatta idza lam yubqi aliman ittakhadza an-nasu ru’usan juhhalan fa su’ilu fa aftau bi ghairi ilmin, fa dlallu wa adlallu”. Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hambanya, tetapi mencabut ilmu dengan mencabut para ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan satu ulama, maka manusia mengangkat pemimpin-pemimpin bodoh, mereka ditanya kemudian memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan” (HR al-Bukhari No 100)
Penutup
Kendatipun telah banyak kyai yang telah wafat, dan wafatnya kyai adalah sebuah musibah dalam agama, maka harapan kita adalah lahirnya kembali ulama yang meneruskan perjuangannya. Harapan ini sebagaimana yang dikutip oleh Imam al-Ghazali dari Khalifah Ali bin Abi Thalib:
إحياء علوم الدين ومعه تخريج الحافظ العراقي – (1 / 15)
(قال علي) وإذا مات العالم ثلم في الإسلام ثلمة لا يسدها إلا خلف منه
“Idza mata al-’Alimu tsaluma fi al-Islam tsulmatun la yasudduha illa khalafun minhu”. Artinya: “Jika satu ulama wafat, maka ada sebuah lubang dalam Islam yang tak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya” (Ihya Ulumiddin I/15). Amin ….


Sumber : http://www.nusurabaya.or.id
f
Share
t
Tweet
g+
Share
?
rizky
11.02

Belum ada komentar untuk "Wafatnya Para Kyai Musibah Dalam Islam"

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Find Us :

Postingan Populer

  • Jadwal Shalawatan Habib Syech Maret 2014
     UPDATE JADWAL MAJELIS SHOLAWAT HABIB SYECH ASSEGAF Ahbababul Musthofa BULAN MARET 2014: Monggo Syekher Mania - 01 MARET 2014 ALUN-ALUN U...
  • Jadwal Shalawatan Habib Syech Februari 2014
     jadwal Shalawatan bareng Habib Syech, Ahbaabul Mustofa Syekher Mania. - 01 FEBRUARI 2014 DI RUMAH BP. SULISTYO NGRONGGAH RT 3 RW 12 SRONG...
  • Shalawatan bersama Habib Syech di Kediri Mei 2014
    HABIB SYEKH BIN ABDUL QODIR AS SEGAF Solo akan hadir di Pondok Pesantren Lirboyo untuk bersholawat bersama masyayikh, santri dan masyarakat...
  • Pesan KH. Askandar (KH Abdul Halim Iskandar) Pendiri Pondok Pesantren Manba’ul Uluum Berasan Muncar Banyuwangi
    Pesan KH. Askandar (KH Abdul Halim Iskandar) Pendiri Pondok Pesantren Manba’ul Uluum Berasan Muncar Banyuwangi Semasa hidupnya Mba...
  • MABIT 2014 Malam Bina Iman dan Taqwa
    Ikutilah MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa) di Pondok Pesantren Manbaul Falah Rungkut Menanggal Surabaya. Untuk Umum, Pada hari Sabtu, 2...
  • Jadwal Shalawatan Habib Syech april 2014
    UPDATE JADWAL MAJELIS DZIKIR & SHOLAWAT BERSAMA ALHABIB SYECH BIN ABDUL QODIR ASSEGAF DI BEBERAPA KOTA DI JAWA TIMUR AWAL BULAN APRIL ...
  • PP Manbaul Falah Surabaya
    PP. MANBA'UL FALAH BERDIRI SEJAK TAHUN 2005      Dimulai sejak tahun 2002 KH. Ali Maghfur (putra dari alm. KH. Sadzili Iskandar banyuwa...
  • sunnah urutan memotong kuku
    Diantara kesunnahan dihari Jum’at adalah memotong kuku. “Adalah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda :”Memotong kuku dan mencu...
  • Ciri ciri dan Kriteria Ahlusunnah Wal Jama'ah
    Ciri-ciri berikut ini adalah sekaligus menjadi barometer Kriteria Ahlus sunnah sebagaimana yang telah diterangkan oleh Imam Ghazali d...
  • Pemaparan Qunut dan Witir Madzhab Maliki
    Oleh, KH. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, S.Pd.I ولا يقنت فيه إلا في النصف الاخير من رمضان، روي ذلك عن علي وأبي وهو قول مالك ...
-->
Copyright 2014 Organisasi Santri Madrasah Diniyah Manbaul Falah - All Rights Reserved OSMADIM
Template by Evotemplates.Net - Powered by Blogger