Rasulullah saw Sebagai Wasilah
Rasulullah saw Sebagai Wasilah
Kisah ini berdasarkan riwayat hadits yang sangat panjang. Ringkasnya,
ada seorang paranormal bernama Sawad bin Qarib, selama beberapa malam ia
bermimpi masuk agama Islam, yang pada akhirnya ia datang ke Rasulullah
dan melantunkan beberapa syair yang diantaranya adalah sebagai berikut:
فَأَشْهَدُ أَنَّ اللهَ لَا رَبَّ غَيْرَهُ وَأَنَّكَ مَأْمُوْنٌ عَلَى كُلِّ غَالِبٍ
وَأَنَّكَ أَدْنَى الْمُرْسَلِيْنَ وَسِيْلَةً إِلَى اللهِ يَا ابْنَ الْأَكْرَمِيْنَ الْأَطَائِبِ
وَكُنْ لِيْ شَفِيْعًا يَوْمَ لَا ذُوْ شَفَاعَةٍ سِوَاكَ بِمُغْنٍ عَنْ سَوَادِ بْنِ قَارِبٍ
“Maka, aku bersaksi bahwa Allah, tiada tuhan selain Ia. Dan sesungguhnya
engkau orang terpercaya atas segala kemenangan. Dan seseungguhnya
engkau (Muhammad) adalah wasilah yang terdekat kepada Allah. Wahai putra
orang-orang mulia nan baik. Jadilah engkau sebagai penolong bagiku saat
tiada yang dapat memiliki pertolongan. Selain engkau tiada dibutuhkan
oleh Sawad bin Qarib”.
فَفَرِحَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ وَأَصْحَابُهُ بِإِسْلَامِيْ فَرْحًا شَدِيْدًا
حَتَّى رُئِيَ فِي وُجُوْهِهِمْ، قَالَ: فَوَثَبَ عُمَرُ فَالْتَزَمَهُ
وَقَالَ قَدْ كُنْتُ أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَ هَذَا مِنْكَ
“Sawad bin Qarib berkata: “Rasulullah dan para sahabat sangat senang
dengan keislaman saya. Kemudian Umar melompat dan merangkulnya. Umar
berkata: “Sungguh aku senang mendengar ini darimu”.
Kisah di atas dikutip dalam Tafsir Ibnu Katsir (7/299)/(4/168 Isa
al-Halabi Mesir), al-Mustadrak (15/227), al-Kabir Thabrani/ Ahadits
Thiwal (1/75), Dalail Nubuwah li al-Baihaqi (1/132), Dalail Nubuwah Abu
Nuaim (1/74), Funun Ajaib Abi Said Naqqasy (1/84), Sirah Nabawiyah Ibnu
Katsir (1/346), Mu’jam Abi Ya’la Al Mushili (1/348), Uyunul Atsar Ibn
Sayydinnas (1/102), Subulul Huda War Rasyad Shalihi Syami (2/209), Al
Wafi bil Wafiyat Abu Fayyadl (5/175), Al Isti’ab fi Ma’rifat Ashhab
(1/104), Tafsir Adlwa’ al Bayan Al Hafidz Zuhair bin Harb Nasa’i/Ta’liq
Al Albani (3/445) Tafsir Nukat Wa Uyun (4/336).
Rasulullah dan para sahabat tidak mengingkari bahwa Rasulullah
adalah wasilah yang paling utama. Kalau hal ini salah maka sudah pasti
Rasulullah dan para sahabat akan mengatakan salah. Sehingga hadits ini
disebut taqrir (ketetapan) karena disetujui dan diakui oleh Rasulullah
sendiri. Dan seandainya status wasilah Rasulullah hanya berlaku ketika
beliau masih hidup, maka sudah pasti Rasulullah akan berkata semisal:
“Ingat, aku hanya sebagai wasilah ketika aku masih hidup saja! Atau:
Jika bertawassul tidak boleh dengan dzat saya, tapi dengan doa saya!”
Tetapi nyatanya Rasulullah mengakuinya dan tidak memberi batasan.
Karenanya dalam kaidah Ushul fiqh dikatakan:
اِنَّ الْبَيَانَ لاَ يُؤَخَّرُ عَنْ وَقْتِ الْحَاجَةِ
“Penjelasan tentang hukum tidak boleh ditunda di saat penjelasan itu dibutuhkan”. (Al-Talkhish fi Ushul al-Fiqh, II/208)
Lalu dari mana pihak yang anti tawassul melarang Rasulullah dijadikan
sebagai wasilah setelah beliau wafat, padahal beliau sendiri tidak
menyatakan demikian?
Sumber : http://selembarkertasku.wordpress.com